
Saat kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi, seperti 170 km/jam, tubuh pengemudi tidak hanya menghadapi tantangan teknis dari kendaraan, tetapi juga tekanan fisik dan mental yang luar biasa. Dalam situasi ini, sistem tubuh bekerja secara intensif untuk menyesuaikan diri dengan kondisi ekstrem. Adrenalin meningkat tajam, sistem saraf pusat bekerja lebih keras, aliran darah terpengaruh, dan kemampuan penglihatan bisa berubah drastis. Semua faktor ini menjadi kritis dalam menjaga keselamatan berkendara.
Berikut adalah beberapa efek fisiologis dan psikologis yang dialami oleh tubuh saat berkendara di kecepatan tinggi:
1. Gaya Inersia (G-Force) dan Pengaruhnya pada Tubuh
Salah satu fenomena utama yang terjadi saat berkendara cepat adalah gaya inersia atau yang lebih dikenal sebagai G-force. Saat kendaraan melakukan pengereman mendadak atau manuver tajam, tubuh akan terdorong ke arah tertentu karena hukum Newton pertama tentang gerak. Pada kasus ini, darah cenderung bergerak dari kepala menuju kaki akibat percepatan negatif tersebut.
Efek ini dapat menyebabkan penurunan pasokan darah ke otak, yang memicu gejala seperti pusing, penglihatan kabur, atau bahkan hilang kesadaran sejenak jika kondisi sangat ekstrem. Meskipun tingkat G-force pada kendaraan bermotor jauh lebih rendah dibandingkan yang dialami pilot tempur, efeknya tetap terasa, terutama pada otot leher dan punggung yang harus menahan tekanan tambahan selama akselerasi atau deselerasi mendadak.
2. Penyempitan Pandangan: Tunnel Vision
Pada kecepatan tinggi, salah satu perubahan visual yang sering terjadi adalah penyempitan area pandangan atau yang disebut tunnel vision. Dalam kondisi ini, pengemudi hanya mampu fokus pada objek di tengah jalur, sementara objek di tepi jalan menjadi kurang terlihat atau bahkan tidak terdeteksi sama sekali.
Fenomena ini sangat berbahaya karena dalam waktu singkat—misalnya satu detik saja—kendaraan sudah menempuh jarak hampir 47 meter pada kecepatan 170 km/jam. Jika ada pejalan kaki, kendaraan lain, atau rintangan yang muncul secara tiba-tiba dari samping, reaksi pengemudi bisa terlambat karena keterbatasan visibilitas tersebut.
3. Beban Kognitif Meningkat dan Refleks Menurun
Selain tekanan fisik, pikiran juga mengalami ujian berat. Otak harus bekerja ekstra cepat untuk memproses informasi visual, suara, serta perubahan lingkungan sekitar dalam hitungan detik. Stres mental yang terakumulasi selama berkendara cepat bisa mengganggu konsentrasi, memperlambat refleks, dan mengurangi kemampuan respons terhadap bahaya.
Penelitian menunjukkan bahwa gangguan sekecil apa pun—baik itu karena kelelahan, emosi, atau distraksi eksternal—bisa memperparah kondisi ini. Fungsi kognitif yang menurun bukan hanya berdampak pada kualitas pengambilan keputusan, tetapi juga memperbesar risiko terjadinya kecelakaan.
Kesimpulan
Melaju dengan kecepatan 170 km/jam bukan sekadar soal menekan pedal gas dan menikmati sensasi adrenalin. Tubuh dan pikiran menghadapi tekanan luar biasa yang bisa berujung pada kelelahan fisik, gangguan sirkulasi darah, dan penurunan kesadaran. Untuk menjaga keselamatan, penting bagi pengemudi untuk memahami batas tubuhnya, menjaga posisi berkendara yang ergonomis, serta tetap waspada terhadap perubahan kondisi fisik dan mental selama berkendara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar